ANGKUTAN KOTA MENUJU KEBANGKRUTAN Print
Wednesday, 29 May 2013 14:53

Jakarta, 29/5/2013 (Kominfonewscenter) – Kepala Unit Pengelola TransJakarta Busway M.Akbar Msc mengemukakan beberapa indikasi terkait angkutan kota yang sedang menuju kebangkrutan.

Akbar menyebut share angkutan umum kini semakin menurun, seperti terlihat dari penggunaan angkutan umum bus yang menurun, sementara penggunaan kendaraan pribadi terus meningkat, khususnya sepeda motor.

Dalam paparan pada acara Dialog Jakarta Baru 2 bertema “Membangun Sistem Transportasi Jakarta Baru” di Pusat Dokumen Sasta HB Jasin, Taman Ismail Marzuki Jakarta, Selasa (28/5), Akbar menilai pengusaha telah gagal melakukan peremajaan.

Indikasi lain terlihat dengan waktu operasi yang semakin berkurang, bus kota non TransJakarta hanya beroperasi dari jam 06.00 hingga jam 20.00 malam.

“Diatas jam 8 malam, biasanya angkot luar kota (dari Tangerang, Bekasi dan sekitarnya) mulai beroperasi dalam kota Jakarta” kata Akbar.

Akbar mengatakan beberapa keuntungan Bus Rapid Transit (BRT) seperti  murah dan cepat dalam membangun dan tantangan terbesar ketika mengambil lajur kendaraan, BRT  dapat didanai oleh Pemerintah Daerah seperti di DKI Jakarta, serta tarifnya terjangkau oleh masyarakat pengguna. “BRT di negara lain sebagai cara untuk menata ulang kota”, katanya.

Pemerintah menetapkan tarif rendah, sehingga jika pendapatan dari tiket tidak dapat menutupi biaya layanan, pemerintah memberikan subsidi melalui UP TransJakarta.

Akbar mengemukakan investasi yang dikeluarkan Pemprov DKI untuk subsidi operasional dan pembangunan fisik halte dan jalur Transjakarta selama periode 2004 – 2010 mencapai sekitar Rp 4 triliun.

Terkait penyebab kendala layanan Transjakarta Akbar  menyebut hambatan jalur (kemacetan dan penyerobotan), jalur tak steril (menyalahi prinsip Busway), kemacetan di persimpangan/ mix traffic, lokasi SPBG terbatas dan jauh serta jumlah bus yang belum mencukupi di beberapa koridor utama.

Bus Transjakarta perlu mengisi BBG dua kali sehari, pertama pada jam operasi kemudian satu kali setelah selesai.

“Sehingga SPBG yang banyak dan tersebar di seluruh koridor adalah hal yang mutlak”, katanya.

Banyak kendala dalam operasional Transjakarta diakibatkan minimnya fleksibilitas UP Transjakarta sebagai organisasi pemerintah yang masih mengikuti tata kelola pemerintahan.

“Sementara itu, kondisi di lapangan menuntut adanya fleksibilitas dalam operasional, keuangan dan juga SDM, yang akan lebih baik jika dikelola secara corporate”, kata Akbar.

Dialog Jakarta Baru 2 ini diselenggarakan Polmark Indonesia dibawah CEO Eep Saefuloh Fatah, menghadirkan pembicara lainnya seperti Dirut PT MRT Jakarta Ir.Dono Boestami Msc dan Direktur PT Jakarta Tollroad Development Ir.Frans S.Sunito. (md)