Newsflash
Jakarta, 18/3/2013 (Kominfonewscenter) – Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan pertumbuhan jutaan anak Indonesia terhambat akibat kekurangan gizi kronik saat balita. |
LSI JAWAB POLEMIK RUU PILKADA, MENGAPA PUBLIK SALAHKAN SBY ? |
Thursday, 18 September 2014 00:00 |
Jakarta, 18/9/2014 (Kominfonewscenter) – Mengapa publik menyalahkan SBY? Dan apa yang menjadi harapan publik terhadap SBY di sisa masa jabatannya sebagai Presiden? Lingkaran Survei Indonesia (LSI) temukan empat alasan mendasar sikap publik terhadap SBY. Nasib RUU Pilkada kini di tangan SBY sebagai Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat, sebagai Presiden, SBY punya kewenangan menarik kembali RUU yang telah diajukan ke DPR. Sekalipun tetap dibahas DPR, SBY masih punya peluang menyelamatkan perjalanan demokrasi lokal di Indonesia karena posisinya sebagai figur utama di Partai Demokrat, partai yang akan menjadi penentu koalisi pendukung pilkada langsung atau pilkada DPRD yang akan menang di DPR. “Mayoritas publik menyalahkan SBY jika RUU Pilkada oleh DPRD disahkan”, kata Peneliti LSI Ardian Sopa dalam jumpa pers temuan survei LSI di Kantor LSI Jakarta, Kamis (18/9). Menurut LSI 83,07% publik menyatakan presiden paling bersalah jika hak politik warga untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD, hanya 13.41 % publik yang menyatakan SBY tidak dapat disalahkan. Demikian salah satu temuan survei LSI, LSI kembali mengadakan survei kedua di 33 propinsi di Indonesia khusus merespon “Polemik RUU Pilkada”, yang dilakukan melalui quick poll pada 14 – 16 September 2014, menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %, dilengkapi penelitian kualitatif dan metode analisis media, FGD dan in depth interview. Tim Riset LSI terdiri dari Adjie Alfaraby, Ardian Sopa, Ade Mulyana, Rully Akbar, Fitri Hari, Dewi Arum. Hasil riset kualitatif LSI menemukan empat alasan mendasar sikap publik terhadap SBY, masing-masing pertama, publik memahami undang-undang merupakan produk bersama antara pemerintah dan DPR. Dengan skala resistensi publik yang terus menanjak, publik berharap SBY harus mengambil sikap sesuai kehendak mayoritas publik yaitu menolak pilkada oleh DPRD dan tetap konsisten dengan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan 9 tahun. Publik pun menyadari jika RUU Pilkada akan diputuskan DPR, pihak pendukung pilkada oleh DPRD (Koalisi Merah Putih) akan menang, karena komposisi kursi di parlemen terbanyak, karena itu publik berharap SBY mengambil sikap tegas dalam kapasitasnya sebagai presiden dengan menarik kembali RUU yang tengah dibahas di DPR karena RUU tersebut berawal dari inisiatif pemerintah, jika presiden menarik kembali RUU tersebut, pembahasan di DPR tak dapat dilanjutkan. Kedua, sebesar 74,04% publik berharap Presiden SBY dapat menarik kembali RUU Pilkada yang tengah di bahas di DPR, harapan itu didasari pada pengalaman sebelumnya dimana SBY pernah menarik RUU KUHAP karena resistensi yang besar terhadap RUU tersebut dari publik dan kalangan civil society. Ketiga, publik berharap SBY melalui Partai Demokrat (PD) menjadi motor utama mempertahankan hak politik warga memilih secara langsung dan 76,90% publik setuju PD kembali mendukung Pilkada langsung, dengan kekuatan PD sebagai peraih kursi terbanyak di DPR (26,79%), jika bergabung dengan partai-partai yang lebih dulu mendukung pilkada langsung, secara matematis voting di DPR akan dimenangkan oleh koalisi pendukung pilkada langsung. Partai pendukung pilkada langsung masing-masing PDIP (16,96%), PKB (4,82%), dan Hanura (3,21%), perolehan kursi ketiga partai ini baru mencapai 25%, jika ditambah dengan dukungan penuh PD, perolehan dukungan partai pendukung pilkada langsung mencapai 51,79%. Keempat, publik berharap di sisa masa jabatannya Presiden SBY bisa meninggalkan legacy yang baik dan tidak lagi membuat kebijakan strategis, publik menilai kebijakan strategis dapat diserahkan kepada pemerintahan yang baru sehingga tidak menjadi beban di awal pemerintahan Jokowi-JK. “Menurut publik, jika kebijakan menaikan BBM saja bisa diserahkan kepada pemerintahan baru, mengapa kebijakan tentang Pilkada yang juga penting untuk penataan system pemerintahan ke depan, tidak diserahkan saja kepada pemerintah yang baru”, ujar Ardian. (mydk) |
Statistik
Members : 563Content : 3806
Web Links : 1
Content View Hits : 1353945